
Lumpia Cik Renren hasil teknologi retort yang potensi ekspor karena lebih tahan lama.
Dari Lumpia Semarang, Iwan Permana Bawa Makanan Khas Indonesia Mendunia

Nina Karlita • Industri
Jumat, 30 Mei 2025 01:33 WIB
INDUSTRY.co.id - Semarang – Tak lengkap rasanya jika berkunjung ke Semarang tanpa mencicipi lumpia, jajanan khas Indonesia yang sarat cita rasa dan sejarah.
Lumpia Semarang yang dibuat dengan bahan rebung, daging ayam, udang, telur serta bumbu Nusantara ini telah diakui UNESCO sebagai warisan budaya tak benda.
Namun, meski popularitasnya mendunia, Lumpia Semarang belum bisa menembus pasar internasional secara masif. Salah satu tantangan utamanya adalah daya tahan produk yang tergolong singkat, sehingga menyulitkan proses distribusi jarak jauh dan dalam jumlah besar.
"Produk ini mudah basi, jadi pengirimannya harus dalam kondisi beku (frozen), yang akhirnya membuat harga naik karena tambahan biaya logistik dan pendinginan," ujar Iwan Permana, pemilik brand Lumpia Cik Renren, saat dihubungi Industry.co.id baru-baru ini.
Menurut Iwan, strategi menggunakan sistem pre-order (PO) menjadi pilihan agar produk tak terbuang sia-sia. Produksi hanya dilakukan berdasarkan pesanan dan ketersediaan terbatas di gerai offline.
Meski demikian, Lumpia Cik Renren tetap menjadi salah satu brand terbesar di Semarang. Cita rasa khas dan ekonomis menjadi keunggulannya, terutama karena telah berhasil menghilangkan aroma tajam dari rebung yang kerap menjadi keluhan konsumen.
"Biasanya bau rebung pada lumpia terkesan pesing. Tapi di Lumpia Cik Renren, bau tersebut sudah hilang," jelas Iwan.
Produk Lumpia Cik Renren hadir dalam dua ukuran. Varian kecil (isi 5) dijual seharga Rp25 ribu, sementara ukuran reguler (isi 5 dengan bahan lebih banyak) seharga Rp50 ribu. Isian lumpia ini pun bervariasi, mulai dari ayam, udang, telur, hingga rebung.
Tidak puas hanya di situ, Iwan memanfaatkan ilmu yang didapat saat kuliah di Universitas Gadjah Mada (UGM) untuk mengembangkan inovasi baru. Bersama dua rekannya, ia menciptakan teknologi pengawetan makanan bernama Retort.
Retort merupakan metode sterilisasi makanan menggunakan panas dan tekanan tinggi untuk membunuh mikroorganisme yang menyebabkan pembusukan. Dengan teknik ini, makanan yang telah dikemas kedap udara dapat bertahan hingga 6 bulan, bahkan 1 tahun, tanpa memerlukan pendingin.
Teknologi ini tidak hanya diterapkan pada produk Lumpia Cik Renren, namun juga ditawarkan kepada pelaku (Usaha Kecil Menengah) UKM lain melalui inisiatif bernama Rumah Retort Bersama, hasil kerja sama dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Tengah. Saat ini sudah puluhan UKM yang memanfaatkan teknologi ini.
"Biasanya retort hanya bisa dilakukan di pabrik besar. Tapi sekarang, pelaku UKM skala rumahan juga bisa melakukannya. Cukup dengan minimal 75 kemasan 100 gram sudah bisa di-retort dengan biaya sangat terjangkau," kata Iwan.
Melalui teknologi yang ditemukan Iwan dan teman-temannya, sejumlah produk kuliner khas Indonesia telah berhasil menembus pasar ekspor. Sebut saja Orak-Arik Bunda Keisha yang kini telah hadir di Hong Kong dan Taiwan, serta rumah makan Padang Lamak Salero yang rutin mengirim produknya ke Jepang.
Kisah Iwan pun sejalan dengan semangat UKM lain seperti Kata Oma Telur Gabus. Bermula dari resep rumahan sederhana kini sudah naik kelas menjadi camilan favorit di berbagai berbagai negara.
Iwan Permana lewat Lumpia Cik Renren dan inovasi retort, serta Kata Oma Telur Gabus telah menunjukkan bahwa produk lokal bisa mendunia. Ayo UKM, tunggu apa lagi!
Komentar